Pages

Jumat, 06 Januari 2012

Dua Pelangi (Bagian Satu / 1)




Dua Pelangi
Bagian Satu
                Hujan tidak akan turun hingga minggu depan. Setidaknya, itu adalah laporan cuaca dari kantor RRI pusat pagi ini. Musim hujan baru saja tiba. BMG kota melaporkan tak ada hujan minggu ini. Semua orang bebas keluar rumah tanpa membawa payung. Benar. Matahari bersinar cerah hari ini.
            Beberapa gerombolan anak-anak berseragam merah-putih melintas melewati sebuah rumah paling mewah di kompleks mereka. Seorang dari gerombolan anak-anak SD itu berhenti di depan gerbang. Ia kemudian melambaikan tangan pada teman-temannya. Sampai jumpa. Mungkin itu katanya. Suaranya jelas tidak keluar, bibirnya lah yang sibuk berkomat-kamit. Ini karena suara bising dari mesin proyek pembangunan rumah di sekitar kompleks. Kota-kota memang sedang di bangun.
           
            “Tadi Derek yang ambil sa punya uang, Mama” Anak kecil tadi berdiri di depan Mamanya dengan wajah bersalah. Sementara Mamanya memasang wajah mengerikan. Ia hendak memakan anak itu jika saja si anak tidak mengaku kenapa ia tidak makan siang. Rupanya, ia cukup berbaik hati dengan memberikan uang sakunya untuk teman-temannya yang kurang beruntung.
            “Besok jan kasih dia uang lagi, Ma!”, tukas sang kakak, Dara, dengan senyum mengejek. Doni sangat kesal melihat wajah kakaknya. Ia pun memasang muka garangnya, mirip sang Mama jika sedang marah.
            “Mbak kenapa siihhh? Sa kan baik. Tidak kayak Mbak. Pelit!!” Doni mulai mengolok Dara.
            “Ehh! Doni. Mbak kalo bersedekah nggak kayak kamu. Secukupnya. Kita juga kan butuh makan!” Dara menjelaskan hakikat membantu orang lain yang baik. Berpahala dan tidak membuat kita menderita.
            “Kata siapa itu, Mbak? Doni tra pernah baca di buku agama!”
Doni tetap kekeuh  dengan pendapatnya. Ia menantang Dara menunjukkan bukti yang bisa membenarkan ucapan Dara barusan.
“Itu dipelajari di tingkat SMA. Bukan di tingkat SD kayak kamu!” jawab Dara dengan asal. Kemudian ia berlalu meninggalkan Doni yang menatap tidak percaya. Kakaknya benar-benar menyebalkan.
Dara selalu begitu. Membuat argument-argumen yang ia rangkai sendiri dengan pembenaran sendiri pula. Sasaran selalu Doni. Adiknya yang bawel dan terlalu banyak Tanya. Apapun yang ada di hadapannya, bila terlihat tidak biasa, akan menjadi pertanyaan yang berlanjut debat argument yang menyusahkan orang di sekitar. Pernah, suatu ketika, Doni membawa pulang seekor burung gereja yang luka akibat lembaran batu anak-anak sekitar. Saat sedang asyik mengobati Billy (nama burung itu), lewatlah Dara dengan memegang satu kantung belanjaan.
“Mbak beli snack tidak?”
Dara berhenti sejenak dan menatap adik kecilnya dengan heran. Ia memicingkan matanya untuk melihat lebih jelas benda apa yang sedang dipangku Doni.
“Mbak nggak beli makanan!”
“Tapi disitu tertulis Gary Chocolatos,”ujar Doni seraya menunjuk sisi kantong belanjaan yang transparan. Samar-samar tertulis Gary Chocolatos.
“Mbak nggak beli makanan, Doni!” bentak Dara seraya berlalu menuju ruang utama.
Baru beberapa langkah, Doni sudah berteriak. “Mbak pelit deh! Sa  kan Cuma mau minta sedikit!”
Dara berbalik dengan tatapan sinis. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa memiliki seorang adik yang sifatnya tidak jauh dari kedua orangtuanya. Selalu mengatakan apapun secara terbuka. Blak-blakan.
“Pelit? Kenapa Mbak pelit? Mbak nggak kasih kamu apa sih? Hah?!” bentak Dara. Ia bersikap tidak mengerti permasalahan yang dibuat Doni.
“Aku mau coklat, Mbak! Yang baru mbak beli”, tutur Doni sambil tertunduk sedih. Ia sedih dibentak oleh kakaknya.
Dara beranjak mendekati Doni dengan kesal. Ia mengeluarkan isi kantong belanjaannya di hadapan Doni. Maka terlihatlah apa yang Doni piker disembunyikan oleh Dara. Sebuah sabun cuci piring, sebungkus deterjen, sebotol shampoo, dan sebuah brosur promosi dari Gary Chocolatos.

Kota Jayapura kembali tersiram hujan. Tepat seperti prakiraan cuaca minggu lalu. Maka, setiap orang sudah menyediakan payung di dalam tas masing-masing. Tetapi, tidak dengan Dara. Ia pulang dengan bersimbah air hujan. Baju seragam kesayangannya harus basah terkena air hujan. Dara berlari cepat menuju rumahnya begitu ia turun dari taksi  (sebutan angkutan umum di Jayapura). Jarak rumah Dara dengan jalan utama cukup jauh. Hal inilah yang mengakibatkan Dara kebasahan.
Ketika tiba di depan rumahnya. Dara melihat sebuah benda yang tidak asing. Koran. sebuah Koran teronggok di atas karpet. Siapa yang berlangganan Koran siang, batin Dara heran.
“Ma! Siapa yang langganan Koran selain Cepos?”, tanya Dara begitu memasuki ruang tengah. Ia melemparkan Koran tersebut di atas meja, kemudian berlalu menuju kamarnya di lantai dua. Tante Inue, pembantu mereka, segera membersihkan air-air yang terjatuh dari tubuh Dara seraya mengomel dalam hati. Huh, tidak tahu diri ini anak!
Seusai Dara mandi, ia belum melihat Ibunya yang di ajak bicara sejak tadi. Mobil ibunya yang tadi terparkir di luar sudah tidak ada. Tetapi, Koran yang ditemukan Dara di luar masih teronggok di atas meja.
“Jakarta Post? Tahun 1988? Pencurian Rumah Kosong Menewaskan Dua Orang”
Dara terkejut membaca judul dan tahun Koran tersebut.  Alisnya semakin menukik tidak mengerti arti dari judul artikel tersebut. Dara akhirnya memutuskan untuk membaca Koran lama itu.
Jakarta- Aksi pencurian rumah kosong kembali terjadi. Kali ini sindikat pencurian yang telah lama di cari polisi kembali beraksi pada sebuah rumah kosong di wilayah puncak Bogor. Rumah mewah berlantai tiga itu telah kosong selama tiga hari ditinggal pemiliknya yang sedang berada di Jakarta. Anehnya, ditemukan dua mayat yang tergeletak tak bernyawa di sana. Menurut pemaparan pemilik rumah, Dr. Hasan dan Ibu Miranti, kedua mayat tersebut adalah penjaga rumah mereka.
Dara semakin terkejut membaca kedua orangtuanya disebut di dalam Koran itu sebagai pemilik rumah. Seingat Dara, ia tidak memiliki rumah di Bogor. Lalu siapa yang menjadi ayah dan ibunya di dalam Koran itu. Lalu siapa yang meletakkan Koran lama itu di depan pintu. Dara bergidik membayangkan pelaku pencurian itu membantai dua orang penjaga rumah.
Bersambung.....

Senin, 02 Januari 2012

Sinopsis New Story ^^

Cinta ternyata adalah sebuah kendaraan. Ia dapat membawamu kemana pun, tergantung keinginan hatimu. Bisa membawamu ke sebuah tempat indah yang bertaburkan kebahagiaan. Namun, bagaimana jika cinta membuatmu terhanyut ke tempat mengerikan bertaburankan kesepian dan dusta??? kemudian, ia meninggalkanmu sendirian di tempat itu. Sendirian. Ia memaksamu mencari sendiri jalan keluar. Bukankah ini karena keinginanmu? Cinta jelas tidak mau disalahkan. "Aku hanya sebuah kendaraan!" Begitu katanya.

Apa yang akan kamu lakukan?? Diam dan menangis dalam pahit? Atau, berdamai dengan hati lalu mencari jalan keluar??

Aku, tidak akan melakukan keduanya!!



Nantikan cerita selanjutnya...
Karena cinta bisa membawamu kemana saja.

Maaf, saya merasa terlalu banyak ide yang terlintas di benak saya untuk ide cerita saya yang pertama. Sehingga saya merasa kesulitan untuk memulai darimana. Ditambah lagi, saya punya deadline tiga cerpen yang harus saya selesaikan bulan ini. Sementara saya bukanlah penulis yang 'Produktif". Maka saya memutuskan untuk mengganti tema yang sedikit tidak begitu memusingkan diriku..

Jadi, tunggu ceritaku, BESOK!!!

Semangat Nekaders !!!!

Sabtu, 31 Desember 2011

New Earth (The Last Standing Man) 1


New Earth (The Last Standing Man)
Satu…
            20 Juni 2006.
Malam masih panjang. Sebenarnya tak terhitung. Beberapa orang terlihat masuk dengan tergesa-gesa ke dalam sebuah bangunan bertingkat. Besar. Banyak lampu di dalam gedung yang dinyalakan, serentak. Indah. Tetapi, bukan itu intinya. Tampak kerumunan orang di lantai tiga. Mereka berpakaian serba putih. Dokter. Suster. Mimik yang terkejut ketika tiba di depan sebuah pintu kamar. Bahkan, sebelum melihat pun, mereka terkejut. Cerita dari mulut ke mulut sudah cukup untuk menjadikan perubahan massal ekspresi mereka.      
            Seorang berpakaian seragam lengkap serba hitam berlari menuju arahnya keramaian. Tidak. Dia tidak sendiri. Beberapa orang dengan seragam yang sama berada di belakangnya. Wajah mereka bukan hanya terkejut. Panik. Orang-orang membuka jalan, membiarkan mereka mendekat ke tempat kejadian. Lelaki yang berada di depan terlihat membisikkan sesuatu pada seorang wanita yang tidak menggunakan pakaian serba putih. Wanita itu meringgis. Kemudian mengatakan sesuatu pada pria berkepala botak di sampingnya sebelum ia berlalu meninggalkan tempat kejadian.
            Lelaki-lelaki berseragam tadi mulai menertibkan kerumunan. Meminta dengan tegas untuk kembali ke tempat masing-masing. Sebagian merasa sangat kecewa karena baru saja tiba di sana, sebagian meresa kecewa karena belum sempat melihat kebenaran cerita dari mulut ke mulut itu. Lampu-lampu mulai di matikan, kali ini tidak bersamaan. Hanya sebagian. Sebagian lagi masih belum betah untuk masuk dalam kegelapan. Masih ingin membahas kegilaan apa yang baru saja terjadi dengan rekan-rekan mereka. Sesekali terdengar tawa riang. Menghapus keterkejutan yang sekilas datang tadi. Mendecit.
ooo
            Januari 2012.
            Lulusan-lulusan terbaik universitas selalu berkumpul di tempat-tempat hebat yang melegenda. Menjadi ikon baru untuk rekan-rekannya. Menjadi tools penggerak baru menuju perubahan seiring perubahan zaman. Beberapa di antara dapat bertahan sesuka hati mereka. Relasi. Namun, beberapa tidak dapat bertahan. Tersingkir. Entah karena musuh atau kebobrokkan sikap. Dan juga, bisa karena tujuan terselubung.
            “Apa maksudmu? Kenapa aku?”, protes Stef tidak terima pada James, atasannya. Lucu. Sebuah surat pemindahtugasan ia terima melalui email semalam, dari James, atasannya.
            James melepaskan jas miliknya. Kemudian di gantungkan di sebuah tiang di belakang kursi kebesarannya. Menghela napas. Berat. Ia tahu Stef akan datang dan memprotesnya habis-habisan. Sehingga, ia memutuskan datang satu jam lebih lama. Membiarkan Stef menunggunnya dengan kesal. Tetapi akibatnya adalah kemarahan Stef mungkin tak dapat diredam.
            Sambil tersenyum James akhirnya buka suara juga. “Aku sudah menulisnya semalam. Kau tidak paham?”. Aneh.
            “Aku tidak mengerti. Bukankah yang memulai adalah Reanna? Kenapa aku yang kau salahkan?!”
            James mencoba mengatur kembali kata-katanya. Stef bukan tipe wanita yang gampang untuk di ajak berdebat. Ia galak. Terlalu cerdas berargumen. Itulah alasan mengapa James memilih mengirim surat pemindahan lewat email. Seandainya James mengatakannya langsung, ia tidak siap melihat mimic wajah Stef yang mengerikan.
            “Aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya melihat, jika Reanna yang kupindahkan, ke tempat apa lagi yang cocok untuknya”, ujar james tenang. Matanya mencoba menatap wajah Stef dengan tidak menunjukkan ketakutan. Gadis keras sudah terlihat di raut wajahnya. “Lagipula, di tempat barumu itu, ada banyak pekerjaan menarik yang menunggu diselesaikan.  Dan itu bidangmu!”, lanjut James sambil tersenyum lebar.
Pujian. Stef menyukai itu. Bentuk lain atas penghargaan terdapat kerja kerasnya. Selain, gaji yang tinggi tentunya. James mengambil sebuah berkas dari balik laci dan menyerahkannya kepada Stef. Stef masih belum bergeming. Ia masih diam dan menatap James dengan tatapan maut. James sadar, Stef sedang berpikir. Dan sebentar lagi ia akan berdamai dengan James.
Di atas amplop berkas tersebut tertulis nama institusi baru tempat Stef bekerja. Stef meringgis ketika membacanya. Kepalanya membayangkan bentuk tempat itu.  Jauh. Ia harus menyebrang sedikit ke daerah yang dulu pernah ia tinggali saat kecil. Boston.
ooo
           
            Cukup lama ia berdiri di depan gedung pencakar langit. Matanya menatap lekat-lekat satu di antara gedung pencakar langit ini. Sisa titik-titik air hujan yang diterpa sinar mentari membuat gedung ini tampak bersinar. Stef tersenyum bangga. Promosi yang hebat.
            Ia tidak pernah menyangka akan mendapat promosi di sebuah tempat yang bahkan memikirkan tempat ini nyata saja tidak pernah. Stef sangat ahli dalam bersosialisasi. Orang-orang menggunakan keahliannya untuk membujuk pasien-pasien yang tidak mau berobat. Senyum manis dan lelucon riangnya membuat ia seolah memiliki magnet yang menarik orang-orang untuk mendekat.
            “Dr. Stevany Anderson!” Stef berbalik ke arah datangnya suara. Seorang pria bertubuh tegap dengan senyum hangat berdiri di belakangnya. Ia memang sedang menunggu seseorang yang dapat mengantarkannya menuju ruang kerja. Gedung ini sangat luas untuk mencari sebuah ruangan yang mungkin sangat kecil. Tetapi, ia tidak menyangka akan mendapatkan sambutan selamat datang.
            “Ah! Yeah… Dan, Anda?”
            Lelaki tadi tersenyum semakin lebar. “Adam. Adam Jackson. Welcome to IDA, Dr!”
            “Panggil aku Stef, Tn. Adam. Aku tidak merasa pantas menyandang gelar dokter”, ujar Stef setengah berbisik. Kemudian disusul tawa riang dari Adam.
            “Aku tidak tahu alasannya. Tetapi jika itu keinginan Anda. Well” Adam berhenti di depan sebuah pintu bertuliskan nama Stef dengan lengkap. Tangan kanan Adam membentang, mempersilahkan Stef untuk masuk. “Ruangan Anda, Stef!”
           
            Hari itu Stef lebih sibuk untuk mempelajari berkas pemberian James daripada sibuk berkenalan dengan orang-orang di IDA. IDA~ sebagian orang yang pernah mendengar tentang ini tidak akan percaya bahwa tempat ini benar-benar ada. Bahkan, IDA memiliki gedung megah di tengah padatnya Boston. Dan IDA (Internasional Dorks Area) benar-benar ada. Sebuah organisasi kemanusiaan yang diragukan eksistensinya di dalam dunia kesehatan justru telah menorehkan sejarah sejak awal berdirinya di tahun 1989 silam. Membawahi puluhan rumas sakit jiwa, membantu memperbaiki mental manusia agar dapat kembali produktif.
            “Excuse Me?” Stef mendonggak melihat siapa yang berada di depan pintu ruangannya. Seorang wanita seksi dengan senyum hangat bediri disana. Ia lebih terlihat seperti seorang model daripada karyawan kantor. Baju hotpans yang jelas membentuk lekuk-lekuk tubuhnya. Sepatu kulit berbahan lembut dengan dasar yang kokok. Rambut pirang keriting menjuntai indah menghiasi parasnya yang cantik.
            “Dr. Stefany Anderson. Welcome!”, ujarnya ramah seraya berjalan ke arahku. Stef masih bertanya-tanya siapa model yang tersasar ke sebuah institusi yang mengurusi orang gila ini.
            “Miydi Rosselt, A cop!” Stef terkejut setengah mati mendengar ia adalah seorang, polisi?
            “Ahh~yaa! Aku baru saja hendak ke ruangan Anda”, jawab Stef seadanya akibat keterkejutan yang tidak menyangka ia adalah Miydi Rosselt. Pimpinan Stef. Ia membawahi Sosial and Ekonomi Departemen. Miydi menggerling kemudian tertawa riang. Tangan kanannya beranjak menyentuh bahu kiri Stef.
            “Aku akan mengantarmu bertemu dengan Bos, Dr”, katanya dengan nada suara yang sepertinya berubah. Terdengar sedikit tegang. Hanya saja ia masih tersenyum normal. Hangat dan bersahabat.
            Sepeninggalan Miydi. Stef sibuk membuka-buka file di dalam computer tentang Kara Iceland. Wanita yang disebut Bos di sini adalah pendiri IDA di tahun 1989. Begitu banyak artikel yang mengatakan kehebatan Kara di internet. Mulai kecerdasannya hingga usahanya mendirikan IDA. Juga kisah-kisah pilunya yang menyedihkan. Tetapi, tak jarang ada artikel yang mencela usaha IDA untuk membantu mengurangi manusia-manusia yang tiba-tiba terserang zchizophernia. Tetapi tak ada satupun foto Kara yang ditampilkan di artikel-artikel tersebut, entah dia tidak menyukai publikasi atau ternyata tak ada satupun dari penulis artikel itu yang pernah bertemu dengan Kara Iceland.
            Suara keributan terdengar sayup-sayup di luar ruangan Stef. Ruangan ini terlalu mewah untuk ukuran institusi yang baru berdiri dua belas tahun silam. Bahkan, untuk kinerja hebat Stef di WHO, ia hanya mendapat sebuah ruangan kecil di sisi kanan ruangan James. Padahal, di sana Stef adalah asistan pimpinan. Sementara di sini, posisi Stef sepantaran dengan beberapa karyawan lain seperti Adam Jackson.
            Suara kenop pintu perlahan diputar. Membuka kunci besi yang selalu mengait pada lubang di hadapannya. Sfef berkenyit menantikan siapa yang akan muncul di balik pintu.
            “Stef! Maaf, aku mengejutkanmu”, ujar Adam dengan senyum lebarnya. Padahal Stef tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. Wajah Stef justru ilfeel  jika harus bertemu lagi dengan Adam.
            “Ada apa?”
            “Miydi mengatakan jika kau sudah cukup bersiap-siap, kita akan mengelilingi IDA”
            “Waww! Pasti mengasyikan, yaa? Tapi, Adam. Aku baru saja tiba hari ini dan aku butuh istirahat. Aku pikir besok adalah waktu yang baik untuk berkeliling.” Stef jelas tidak menunjukkan minat untuk mengeililingi IDA. Tubuhnya memang telah berada di Boston, tetapi seluruh hati dan pikirannya masih tertinggal di Swiss. Meskipun Stef adalah orang yang keras. Ia tidak akan memaksa seseorang yang jelas berpikir untuk membuangnya. Pertanyaannya adalah mengapa? Stef berhak tahu alasan james memberikan promosi yang aneh ini. Apalagi jika hanya karena pertengkaran Stef dengan Reanna. Bukankah sudah biasa jika Reanna membuat masalah.
            Aneh kan? Pertama, Stef dipindahkan hanya karena ia telah bertengkar dengan Reanna (untuk masalah yang amat tidak penting). Karena seluruh karyawan tahu bahwa Reannalah si biang kerok, maka kenapa harus Stef yang mendapat sanksi? Kedua, Stef jelas adalah seorang dokter, kenapa ia harus di posisikan di departemen Ekonomi dan Sosial?
            Layar monitor Stef tiba-tiba berkedip. Sebuah surat elektronik baru saja masuk di kotak masuk Stef. James McOwen.
    Kau sudah membaca berkas yang kuberikan? Aku mengirimkan lanjutannya di apartemenmu. Take care J

            Stef ingat akan berkas-berkas yang tadi ia pelajari. Sebuah misteri seperti meminta dibuka dari arah tumpukkan berkas tadi. Senyum sinis Stef menyungging. Sambil menutup tirai di belakang kursinya, Stef bersiap untuk pulang ke rumah barunya.

Bersambung.


NB : Jumlah kata = 1449 *huaaa... masih sangat jauh :D

Sabtu, 19 November 2011

Sinopsis untuk event januari50K


NEW EARTH
Sinopsis :
            IDA.. Itulah tempat aku bekerja sekarang. Setelah dilempar dari gedung megah yang menjanjikan segalanya, aku harus puas dengan sebuah gedung kecil yang bahkan tak pantas disandingkan dengan tempat kerjaku dulu. International Dorks Area. Singkatan yang aneh bukan? Dorks- kalian pasti sudah tahu apa itu. Semua yang kulakukan sebelum aku dipindahkan ke bagian ini adalah rekayasa seseorang yang tidak menyukaiku. Aku yakin akan hal itu. Tetapi, setelah dua hari aku bekerja, aku mulai sadar alas an Jemmy, pimpinanku, memindahkan aku. Ada sesuatu yang tidak beres dengan IDA, mulai dari manajemennya hingga orang-orang yang menjadi anggota IDA. Jemmy secara tidak langsung memintaku untuk menyelidikinya. Aku menepis jauh-jauh anggapan bahwa Jemmy telah membuangku. Ya! Ini dilakukannya karena dia yakin aku bisa untuk melakukan hal ini.  Maka, aku mulai untuk menyelidiki keganjalan disini selagi aku bekerja untuk mendapatkan uang. Aku berkenalan dengan Miydy Rosselt, seorang cop wanita yang cantik dan seksi. Semua mata pria di IDA tidak akan pernah melewatkan untuk melihatnya. Ia bijaksana dan cukup cerdas, di IDA ia ditempatkan sebagai Vice Sekretary Commando. Posisi yang tetap untuk wanita seperti Miydi. Sebagai VSC, Miydi bertugas untuk mengumpulkan cara dan dana untuk tetap memberikan pelayanan yang terbaik bagi para Dorks- istilah pasien. Miydi harus pandai membujuk orang untuk menginvestasikan uangnya disini. Dan aku adalah bawahannya di IDA bersama Ronald Embarco, Emillia Jane, Adam Jackson dan Cristhin Bett. Mereka semua aneh, sesuai dengan namanya –Dorks-  dan mereka semua menangani orang-orang aneh, orang yang depresi kemudian gila, orang-orang yang membunuh karena gila, orang-orang yang terkena gangguan syaraf, dan masih banyak lagi orang aneh di IDA. Setiap divisi di IDA memiliki tanggung jawab masing-masing. Ada sekitar 80.000 rumah sakit jiwa, 65 panti rehabilitasi, dan beberapa rumah sakit khusus tahanan gila yang di kelola oleh IDA. Dan itu adalah jumlah yang sangat banyak untuk kuteliti keganjalan yang ada. Beruntung, aku bertemu dengan seseorang yang bermisi sama denganku, dia Dr. Edward Daniels (minjem nama boleh donk… heheh). Ia dikirim dari Inteligen nasional Institution (semacam FBI dan BIN) untuk menyelidiki setiap keganjalan dari institusi dunia. Bersama-sama dengannya aku mencoba mengungkap rahasia dari IDA yang sebenarnya hendak ditutup oleh pimpinanku, Jemmy, sejak terjadi banyak kegiatan terselubung. Kami berpetualang dengan waktu dan mengunjungi beberapa rumah sakit dibawah IDA. Kami bertemu dengan dorks-dorks yang hamper mati karena kesalahan pemberian obat, dan masih banyak lagi penemuan yang menguatkan agar IDA ditutup. Hingga suatu ketika, aku dan Dany menemukan penemuan yang besar yang kami sendiri tidak tahu cara untuk menjelaskan pada pimpinan masing-masing. Sesuatu yang besar ini terlalu mudah untuk ditutupi tetapi sangat jelas untuk dilihat. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dihentikan, terlalu besar untuk menjadi urusan kami. Danny memilih kembali ke INI dan aku memilih berhenti bekerja. Sebenarnya sesuatu apa yang dimaksud ?? akankah kedua rekan itu kembali dan berusaha mengungkapkan sesuatu itu agar IDI ditutup? Baca terus cerita bersambung ini…..
Tambahan : sebuah rumah sakit yang cukup ternama menjadi jawaban atas permasalahan ini, Indepth Hospital. Aku dan Danny tiba disana dan menyaksikan semua yang telah berusaha ditutupi oleh IDA. Ketua IDA – Michael Murdered – mereka menyebutnya –Hand Out-

Kamis, 17 November 2011

ide cerita 1

Wahh... ada sebuah event bagus untuk para penulis yang hobby nge-blog di bulan januari 2012 mendatang. Evennya bisa dilihat di sini => Januari50K
Nah, sebagai persiapan saya mau share tentang sebuah ide cerita saya. Ide ini belum fix, karena saya masih memiliki banyak ide yang saya sendiri bingung harus mana yang saya tulis.



Judul     : Beri Aku Waktu
Ide Cerita :
Menjadi anak SMA ternyata tidak gampang. Tidak semudah yang dipikirkan oleh Dimi. Awalnya, ia hanya berpikir  tentang bagaimana ia dapat menerima ilmu, dan mempelajari banyak hal ketika ia mulai belajar mengenal dunia. Hanya itu yang dipikirkan Dimi ketika ia menginjakkan kakinya di SMA favorit, SMA Tunas Bangsa. Tetapi semua salah. Menjadi anak SMA membuat Dimi harus berurusan dengan kepolisian dan dunia lain selain dunia siswa SMA. Padahal, Dimi tergolong anak yang tidak mempunyai catatan buruk selama ini. Apakah yang membuat Dimi menjadi seperti itu???
Menarik tidak?? Jika tidak, mohon komentarnyaaa...
Setiap manusia itu masih belajar dalam semua kegiatan yang dilakukannyaa...
 
source : blog lain saya -->  CERIFFETA

Selasa, 15 November 2011

tahapan pertama, ngomong ngalur ngidul dulu

tess... tess...
sepatah dua kata untuk blog yang saya "khususkan" kepada event Januari50K...
sebenarnya saya bukan penulis hebat, terlalu amatir malah. Tetapi, karena saya suka menulis jadi saya memberanikan diri untuk mengikutinya. hitung-hitung sebagai ajang pembuktian diri... hahaaa


Belum banyak ide yang masuk untuk tulisan di bulan januari mendatang.
tetapi sudah ada terlintas sedikit. Harapan saya hanya agar banyak yang baca... hehe

sekian dulu cuap-cuapnya, saya masih mau menulis yang benar dulu. Oke, tunggu saya di 1 Januari 2012 ;)